Di Publikasikan: 02 Agustus 2025 Ditulis Oleh: Admin - Tim Edukasi Kesehatan AFC Life Science

Mengapa Suku Aztec Tidak Kebal Terhadap Cacar?

Mengapa Suku Aztec Tidak Kebal Terhadap Cacar?

Ketika penjelajah Eropa pertama kali tiba di Amerika pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, mereka membawa lebih dari sekadar kapal dan senjata. Mereka juga membawa penyakit menular yang belum pernah dikenal oleh penduduk asli benua tersebut. Salah satu penyakit paling mematikan yang dibawa oleh bangsa Eropa adalah cacar (smallpox). Suku Aztec, yang kala itu merupakan salah satu peradaban terbesar dan paling maju di Mesoamerika, sangat terpukul oleh wabah cacar yang menyebar cepat dan mematikan. Lantas, mengapa suku Aztec tidak kebal terhadap cacar? Artikel ini akan menjelaskan dari sisi sejarah, biologi, epidemiologi, dan sosial-budaya.

Asal-Usul Penyakit Cacar

Cacar adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Variola. Penyakit ini telah lama dikenal di wilayah Eurasia dan Afrika, di mana masyarakatnya telah mengalami paparan berulang selama ribuan tahun. Paparan jangka panjang ini memicu seleksi alam, di mana individu yang memiliki kekebalan lebih baik terhadap virus bertahan dan menurunkan gen mereka. Hasilnya, populasi di Eropa secara umum memiliki imunitas relatif terhadap penyakit ini.

Sebaliknya, suku Aztec dan bangsa-bangsa asli Amerika lainnya tidak pernah mengalami paparan terhadap virus ini sebelum kedatangan orang Eropa. Dengan demikian, mereka belum mengembangkan kekebalan alamiah terhadap cacar.

Jalur Penularan ke Dunia Baru

Penyakit cacar pertama kali dibawa ke Amerika oleh pasukan Spanyol yang dipimpin oleh Hernán Cortés pada tahun 1519. Menurut sejarawan Jared Diamond dalam bukunya Guns, Germs, and Steel, cacar menyebar lebih cepat daripada bala tentara Spanyol itu sendiri. Seorang budak Afrika yang terinfeksi cacar diyakini menjadi pembawa pertama virus ini ke wilayah Meksiko.

Ketika wabah terjadi di kalangan suku Aztec pada tahun 1520, jumlah korban jiwa sangat besar. Dalam waktu singkat, jutaan orang meninggal dunia. Sejarawan Miguel León-Portilla mencatat bahwa sekitar 40% dari populasi Tenochtitlan (ibu kota kekaisaran Aztec) tewas akibat cacar hanya dalam beberapa bulan.

Ketidaksiapan Imunologis

Dari sisi biologi, sistem kekebalan tubuh suku Aztec belum pernah terekspos pada patogen seperti virus Variola. Dalam istilah medis, ini disebut sebagai naïve immune system — sistem imun yang belum pernah mengenali patogen tertentu dan belum membentuk antibodi untuk melawannya.

Dr. Suzanne Austin Alchon, dalam bukunya A Pest in the Land, menjelaskan bahwa populasi asli Amerika tidak memiliki pengalaman evolusioner dengan banyak penyakit Eurasia seperti cacar, campak, dan influenza. Akibatnya, ketika penyakit ini masuk, tubuh mereka bereaksi terlalu lambat atau bahkan salah, yang memperparah tingkat kematian.

Faktor Epidemiologis

Penyebaran cacar di kalangan suku Aztec dipercepat oleh kondisi sosial dan lingkungan. Kota-kota besar seperti Tenochtitlan sangat padat, dengan sanitasi yang terbatas. Hal ini menjadi lingkungan yang ideal untuk penyebaran virus melalui udara, cairan tubuh, dan benda-benda yang terkontaminasi.

Selain itu, ritus-ritus keagamaan dan budaya Aztec yang melibatkan kerumunan massa juga mempercepat penularan. Ketika orang-orang berkumpul untuk festival keagamaan atau upacara pengorbanan, virus dengan mudah berpindah dari satu individu ke individu lainnya.

Dampak Psikologis dan Sosial

Wabah cacar tidak hanya menghancurkan fisik masyarakat Aztec, tetapi juga meruntuhkan struktur sosial dan moral mereka. Kematian massal pemimpin, imam, dan prajurit menyebabkan kekacauan administratif dan spiritual. Rakyat kehilangan kepercayaan terhadap para dewa karena mereka menganggap wabah sebagai hukuman ilahi.

Dalam Florentine Codex yang disusun oleh Fray Bernardino de Sahagún bersama para penulis Nahua, disebutkan:

“Banyak yang jatuh sakit dan meninggal, tidak ada yang tersisa untuk merawat yang lain. Tubuh mereka penuh bisul, wajah mereka hancur. Mereka bahkan tidak bisa bergerak, hanya berbaring dan mati.”

Kutipan ini menggambarkan betapa menderitanya masyarakat Aztec ketika wabah menyerang.

Kolonialisme dan Penyakit: Strategi Tak Langsung Penaklukan

Penyakit cacar, meskipun tidak disengaja, menjadi senjata biologis yang efektif bagi penjajah Spanyol. Ketika Cortés melancarkan serangan kedua ke Tenochtitlan pada tahun 1521, kota itu sudah dalam keadaan lumpuh akibat wabah. Pasukan Aztec tidak lagi dalam posisi kuat untuk bertahan.

Dengan melemahnya pertahanan, Spanyol dengan mudah menaklukkan kekaisaran Aztec. Dalam konteks ini, penyakit menjadi faktor dominan dalam keberhasilan kolonialisme Eropa. Sejarawan Alfred W. Crosby menyebut fenomena ini sebagai “pertukaran biologis Kolumbus” (Columbian Exchange), di mana penyakit Eropa menghancurkan populasi asli Amerika.

Perbandingan dengan Populasi Lain

Di Eropa, cacar tetap menjadi penyakit mematikan, tetapi tingkat kematiannya lebih rendah dibandingkan dengan di Amerika. Hal ini dikarenakan sebagian besar orang Eropa telah mengalami infeksi sejak kecil, sehingga imunitas mereka lebih kuat.

Di Afrika dan Asia pun, tingkat kematian akibat cacar tidak separah di benua Amerika. Kunci utamanya adalah imunologis memory, yaitu kemampuan tubuh mengenali virus yang pernah menyerang sebelumnya.

Mengapa Kekebalan Tidak Terbentuk Secara Alami?

Beberapa faktor menghalangi terbentuknya kekebalan alami di kalangan suku Aztec:

  1. Isolasi Geografis: Benua Amerika terisolasi dari Eurasia selama ribuan tahun, membuat pertukaran penyakit tidak terjadi.
  2. Minimnya Peternakan Besar: Banyak penyakit manusia berasal dari hewan ternak. Di Eropa, kontak manusia-hewan seperti sapi, babi, dan ayam memunculkan banyak penyakit zoonosis, yang kemudian membentuk kekebalan bersama. Suku Aztec tidak memiliki jenis peternakan yang sama.
  3. Kurangnya Paparan Historis: Tidak seperti Eropa yang mengalami banyak pandemi (misalnya Wabah Hitam), masyarakat Amerika belum pernah melalui bencana serupa.

Kesimpulan

Suku Aztec tidak kebal terhadap cacar karena mereka belum pernah terekspos sebelumnya terhadap virus tersebut. Ketidaksiapan sistem imun, kondisi sosial yang mendukung penyebaran, dan ketidakseimbangan kekuatan antara penjajah dan penduduk asli membuat cacar menjadi faktor penentu runtuhnya peradaban Aztec. Wabah ini adalah contoh nyata dari bagaimana penyakit dapat mengubah jalannya sejarah manusia secara drastis.

Sebagaimana dikatakan oleh sejarawan William H. McNeill:

“Penyakit adalah salah satu agen penentu utama dalam sejarah umat manusia, sering kali lebih kuat daripada pedang dan senapan.”

Memahami peristiwa tragis ini membantu kita menyadari pentingnya kekebalan tubuh, penyebaran penyakit, dan dampaknya terhadap peradaban manusia.

Penutup

Kini, cacar telah diberantas secara global berkat vaksinasi massal. Namun sejarah tetap mencatat bahwa wabah ini pernah meruntuhkan salah satu peradaban terbesar di Amerika Tengah. Sebuah pelajaran penting tentang ketimpangan biologis dalam sejarah dunia.

Share Artikel