Kortikosteroid: Obat Antiinflamasi yang Efektif Namun Perlu Pengawasan

Kortikosteroid adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengobati peradangan dan berbagai kondisi medis lainnya. Obat ini bekerja dengan cara meniru hormon yang secara alami diproduksi oleh kelenjar adrenal, yakni kortisol. Dalam praktik medis, kortikosteroid merupakan salah satu terapi yang sering diresepkan karena kemampuannya dalam mengendalikan gejala berbagai penyakit, mulai dari alergi hingga gangguan autoimun.
Apa Itu Kortikosteroid?
Kortikosteroid adalah bentuk sintetis dari hormon steroid yang secara alami diproduksi oleh tubuh. Kortikosteroid dibagi menjadi dua jenis utama: glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid, seperti prednison dan deksametason, memiliki efek antiinflamasi dan imunosupresif yang kuat. Sementara itu, mineralokortikoid, seperti fludrokortison, lebih berperan dalam mengatur keseimbangan garam dan air dalam tubuh.
“Kortikosteroid telah menjadi komponen penting dalam penatalaksanaan berbagai penyakit inflamasi kronis,” ujar Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI, seorang pakar imunologi klinis dari Universitas Indonesia .
Mekanisme Kerja Kortikosteroid
Kortikosteroid bekerja dengan cara menekan respon sistem imun yang berlebihan dan mengurangi produksi zat kimia penyebab peradangan dalam tubuh, seperti prostaglandin dan leukotrien. Hal ini membuat kortikosteroid efektif dalam mengendalikan gejala seperti nyeri, pembengkakan, dan kemerahan pada jaringan yang meradang.
Kortikosteroid juga memengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, serta memiliki efek terhadap tekanan darah dan kadar gula dalam darah. Oleh karena itu, penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati dan di bawah pengawasan tenaga medis.
Indikasi Penggunaan Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan untuk menangani berbagai kondisi medis, antara lain:
- Penyakit Autoimun: seperti lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, dan multiple sclerosis.
- Penyakit Alergi: termasuk asma, dermatitis atopik, dan rinitis alergi.
- Penyakit Inflamasi Kronis: seperti penyakit Crohn dan kolitis ulseratif.
- Gangguan Endokrin: seperti insufisiensi adrenal atau penyakit Addison.
- Kondisi Onkologi: sebagai bagian dari terapi kanker tertentu, seperti leukemia dan limfoma.
Bentuk dan Cara Pemberian
Kortikosteroid tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, termasuk:
- Tablet atau kapsul oral
- Injeksi intravena atau intramuskular
- Krim atau salep topikal
- Inhaler untuk saluran pernapasan
- Tetes mata atau telinga
Pemilihan bentuk dan dosis kortikosteroid tergantung pada jenis penyakit, tingkat keparahan, serta respons individu terhadap pengobatan.
📚 Baca Juga
- Epididimis: Struktur, Fungsi, dan Peran Vital dalam Sistem Reproduksi Pria
- Mengenal Polygonum Cuspidatum: Tanaman Herbal Serbaguna dengan Sejuta Manfaat
- Bronkospasme: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan
- Vitamin C: Nutrisi Esensial Penunjang Kesehatan Optimal
- Kelahiran Prematur: Penyebab, Risiko, dan Penanganan yang Perlu Diketahui
Efek Samping dan Risiko Penggunaan
Meskipun efektif, kortikosteroid memiliki potensi efek samping yang cukup signifikan, terutama jika digunakan dalam jangka panjang. Efek samping tersebut meliputi:
- Peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia)
- Penurunan massa tulang (osteoporosis)
- Penambahan berat badan dan perubahan distribusi lemak tubuh (moon face, buffalo hump)
- Gangguan tidur dan mood
- Tekanan darah tinggi
- Peningkatan risiko infeksi
Menurut WHO , penggunaan kortikosteroid sistemik jangka panjang harus dibatasi dan diawasi ketat oleh tenaga medis untuk mencegah komplikasi serius.
Penggunaan pada Anak dan Lansia
Anak-anak dan lansia memerlukan perhatian khusus dalam penggunaan kortikosteroid. Pada anak-anak, penggunaan jangka panjang dapat menghambat pertumbuhan, sedangkan pada lansia, risiko osteoporosis dan tekanan darah tinggi menjadi perhatian utama.
Penghentian Penggunaan dan Tapering
Penghentian kortikosteroid tidak boleh dilakukan secara mendadak, terutama jika telah digunakan dalam jangka panjang. Tubuh memerlukan waktu untuk memulai kembali produksi alami kortisol. Oleh karena itu, dosis harus diturunkan secara bertahap (tapering) di bawah pengawasan medis.
Interaksi Obat
Kortikosteroid dapat berinteraksi dengan berbagai obat lain, seperti:
- Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
- Antikoagulan
- Obat diabetes
- Obat antikonvulsan
Penting untuk selalu menginformasikan kepada dokter mengenai semua obat yang sedang dikonsumsi sebelum memulai terapi kortikosteroid.
Peran Kortikosteroid dalam Pandemi COVID-19
Selama pandemi COVID-19, kortikosteroid seperti deksametason telah digunakan secara luas untuk mengobati pasien dengan gejala berat. Studi oleh RECOVERY Trial di Inggris menunjukkan bahwa deksametason mampu mengurangi angka kematian pada pasien yang memerlukan ventilasi mekanis.
“Deksametason memberikan harapan besar dalam pengobatan pasien COVID-19 parah,” ujar Prof. Peter Horby, ketua tim peneliti RECOVERY Trial.
Kesimpulan
Kortikosteroid merupakan obat yang sangat bermanfaat dalam menangani berbagai penyakit inflamasi dan autoimun. Namun, karena potensi efek sampingnya yang cukup besar, penggunaan kortikosteroid harus selalu diawasi oleh tenaga medis. Edukasi kepada pasien dan monitoring berkala merupakan kunci utama dalam penggunaan yang aman dan efektif.
Dengan pemahaman yang baik tentang kortikosteroid, pasien dapat meraih manfaat terapi secara optimal tanpa mengabaikan risiko yang mungkin timbul. Oleh karena itu, komunikasi terbuka antara pasien dan tenaga medis sangatlah penting dalam setiap rencana terapi kortikosteroid.